Kamis, 22 Januari 2015

Karena Kamu Sudah Terpilih

Terkadang saya berpikir, knp juga saya harus susah-payah begini mempertahankan idealisme di tengah realitas yang justru menghantam semua dinding ekspektasi. Sejak awal, saya memang bercita2 jadi guru. Sepulang dari LN, saya mengabdi ke sebuah pesantren sebagai guru sambil meneruskan S2. Kemudian, saya mendaftar jadi dosen dan semuanya seperti menantang tekad saya yg menolak utk setengah2. Sistem birokrasi di satu sisi seperti menciptakan sebuah dualitas identitas. Di satu sisi saya seorg dosen, saya harus menshare ilmu dan wawasan yg saya miliki, saya bertggungjwb buat mendidik generasi, dan segala embel2 akademik. Tetapi di satu sisi, saya ini 'pegawai negeri' dgn sistem, atasan, regulasi pemerintah dan institusi yg membuat saya tersadar klo saya tak lebih dari seorg 'buruh'. Dan tdk semua lingkaran sistem itu mendukung 'iklim akademik', terkadang....hahaha...(mungkin itu cuma prasangka saya) membunuh semua kreativitas :D

Well well, yg tak kalah complicated adalah ketika saya berhadapan dg sebuah kelas yang berisi aneka macam tingkat intelektual dan karakter berbeda2. Sampai di sini gak ada masalah. Tapi jika saya harus berhadapan dg sebuah kelas, isinya cuma 8-10 kepala, yang rajin masuk cuma 2-3, dan tingkat intelektual mereka sangat...rendah (mungkin krn faktor lingkungan, fasilitas, atau internal), saya seperti harus balik jadi guru SMP. Bagaimana saya mau ngomong ttg komparasi undang2 misalnya, klo mereka sama sekali 'blank' ttg apa bedanya UU dg regulasi lainnya. Bahkan pembukaan UUD pun msh eng eng.. :D Akhirnya, rencana perkuliahan, tema2 diskusi, dan lainnya terpaksa harus direvisi. Apa yang mau mereka diskusikan, klo bahannya mereka gak punya? Jgnkan beli buku, injak perpus aja cuma pas mau skripsi *hadehhh*.

Tapi itu kan mahasiswa, dg segala warna mereka. Tapi klo yg 'bebal' itu justru dari rekan2 dosen? Apa kata dunia?! Seharusnya aktif ngajar minimal 6 kali, muncul di kelas cuma buat tanda tangan lgsg pergi. Blm lagi klo saya harus dipasangkan dg partner dosen yang 'super ngasal jd dosen' (saya ga tau mau kasi istilah apa). Saya aja bingung dihadapkan sama dia, apalagi mahasiswa, pasti mereka lbh bingung lagi. Kok harusnya yg dibahas tema ini, dosennya malah jelasin ttg tema jauuhhh dr silabus. Ngasih nilai ujian juga ngasal, mahasiswa yg harusnya dapat A malah C, yg C dapat A (oh my head)!

But, show must go on, istilah klasiknya. Setidaknya saya bersyukur bisa dikasi kesempatan di bidang yg saya suka, yg cocok dg begron akademik saya, gak harus capek hati pindah jalur. Alhamdulillah ala kulli hal. Gak sedikit juga fasilitas dan kemudahan akses yg bisa saya dapat pas jadi dosen. Dulu, klo ikut seminar2 dan training slalu pake duit, skrg justru dibayar hahah. Yaahh, ujung2nya malah bicara duit.

Kita akhiri saja curhat ga penting ini. Saya bahkan gak tau apakah judul "Catatan Seorg Dosen' part 1 ini udah cocok dg isinya ato gak. Daripada sama sekali pake judul 'untitled' malah kyk judul lagu :D




2 komentar:

Lidya Fitrian mengatakan...

Bu dosen berbagi ilmu dengan muridnya Insya Allah barokah :)

Elsa mengatakan...

the point is...
lets be more creative
di tengah tengah kondisi yang "tidak mendukung" (for example: mahasiswa gak paham UU, rekan dosen yang ngasal), pasti Maya memang benar benar "terpilih" untuk diletakkan di kondisi yang seperti itu.